Minggu, 15 Juni 2014

Pengaruh Kampanye Hitam dan Pencitraan Politik Dalam Pemilu di Indonesia


2088426

 
Pemilihan umum dianggap penting karena membuka kesempatan bagi setiap warga masyarakat bebas berpartisipasi secara aktif dalam memilih calon pimpinan sehingga pemilu merupakan inti dari demokrasi (Trent dan Friedenberg, 2000). Dalam pemilu tentunya ada tindakan kampanye yang digunakan sebagai upaya untuk memperkenalkan calon atau kandididat yang nantinya akan dipilih oleh masyarakat sesuai nuraninya. Kampanye bersangkut paut dengan perilaku yang cukup dilembagakan (Yanti Setiani, 2007). Oleh karena itu dampak atau perubahan besar secara intrinsik seringkali terbatas dan media dimanfaatkan untuk membantu kekuatan lembaga lainnya. Tentunya hampir seluruh penelitian dan teori tentang kampanye yang tersedia bagi kita telah dilaksanakan dalam lingkungan seperti itu dan secara relatif sedikit banyaknya kita sudah mengetahui hal ikhwal kampanye, sepanjang keberadaannya, untuk mempromosikan tujuan yang tidak biasa atau baru. Menurut Rice dan Paisley kampanye adalah keinginan seseorang untuk mempengaruhi opini individu dan publik, kepercayaan, tingkah laku, minat, serta keinginan audiensi dengan daya tarik komunikator yang sekaligus komunikatif. Sedangkan (Yanti Setiani, 2007). Namun, dalam tindakan kampanye pasti terdapat fenomena kampanye hitam yang menjadi senjata pemusnah para tim sukses dan konsultan politik. Istilah kampanye hitam adalah terjemahan dari bahasa Inggris black campagne yang bermakna berkampanye dengan cara buruk atau jahat. Secara umum bentuk kampanye hitam adalah menyebarkan keburukan atau kejelekan seorang politikus dengan tujuan menjatuhkan nama baik seorang politikus sehingga dia menjadi tidak disenangi teman-teman separtainya, khalayak pendukungnya dan masyarakat umum. Apabila teman-teman separtai tidak menyenanginya, maka bisa berakibat yang bersangkutan dikeluarkan dari partainya dan ini berarti karir politiknya di partai tersebut hancur. Selain itu, menjatuhkan nama baik seorang politikus dengan tujuan menjatuhkan nama baik parpol tempat si politikus yang berkarir, yang berefek kepada politikus-politikus lain di parpol tersebut atau bahkan sekaligus menggagalkan calon presiden yang didukung parpol tersebut.
Cara-cara yang dipakai dalam berkampanye hitam adalah :
  1. Menyebarkan kejelekan atau keburukan tentang seseorang politikus, dengan cara memunculkan cerita buruk di masa lalunya, menyebarkan cerita yang berhubungan dengan kasus hukum yang sedang berlangsung, atau menyebarkan cerita bohong atau fitnah lainnya.
  2. Untuk menguatkan cerita tersebut biasanya si penyebar cerita akan menyertakan berupa bukti foto. Foto-foto tersebut bisa saja benar-benar terjadi, bisa juga benar-benar terjadi tapi tidak terkait langsung dengan permasalahan, namun si penyebar foto berharap asumsi masyarakat terbentuk atau bisa juga foto tersebut hasil rekayasa / manifulasi dengan bantuan teknologi komputer.
  3. Yang lebih hebat lagi adalah apabila dimunculkan saksi hidup yang bercerita perihal keburukan, atau pekerjaan jahat si politikus, baik di masa lalu maupun yang masih belum lama terjadi.
Kampanye hitam bukanlah sebuah pilihan dalam berpolitik. Selain mengandung unsur jahat dan melanggar norma, baik masyarakat atau pun agama, kampanye hitam juga memberikan pendidikan politik yang jelek bagi masyarakat. Upaya Menghalalkan segala cara yang melandasi dipilihnya bentuk kampanye hitam menunjukkan masih buruknya moral dan keimanan seorang politikus yang melakukan hal tersebut.
Sehingga dengan adanya kampanye hitam dapat mempengaruhi pencitraan terhadap kandidat calon dari partai politik tertentu. Padahal politik pencintraan intinya ingin membuat orang lain (pemilih) terpesona, kagum, memunculkan rasa ingin tau, memunculkan kedekatan yang memang sengaja dibangun demi popularitas. Selama ini apabila berbicara tentang pencitraan mau tidak mau selalu kita identikkan dengan media, iklan televisi, radio. Dalam demokrasi, pencitraan menjadi penting karena adanya representatif suara yang disematkan ketika seseorang berlomba-lomba menjadi “wakil rakyat”. Seseorang yang ingin menjadi wakil rakyat paling tidak harus dikenal massa pemilih dan kepentingan untuk menampilkan sosok dirinya dengan harapan massa pemilih akan memilih dirinya. Demi meraih suara konstituen dengan mengobral janji – janji, berjualan perubahan, meyakinkan massa akan memperjuangkan aspirasi mereka hingga pemberian dana pembangunan apabila kelak benar-benar terpilih. Salah satu tirani demokrasi yaitu tirani popularitas yang mengacu pada penekanan berlebihan pada aspek citra sehingga kinerja dinomor sekiankan. Boni Hagens (kompas, 7 januari 2009). Popularitas diutamakan sedemikian rupa sehingga implementasi politik hanyalah sebuah aksi tebar pesona. Maka timbul sebuah kekhawatiran bahwa wakil rakyat yang terpilih bukan benar-benar mampu dan bermutu mengemuka ketika popularitas dan pencitraan justru membuat pemilih salah pilih, mereka yang populer justru dengan mudah melenggang masuk kelembaga legislatif daripada mereka yang benar-benar mampu dan bermutu.
Sebagai contoh kasus kampanye hitam yang berkaitan dengan pencitraan politik terjadi saat sebelum penetapan pasangan calon gubernur DKI Jakarta pada Jumat, 11 Mei 2012. Diduga, simpatisan bakal pasangan calon merusak suasana kondusif Jakarta menjadi berpotensi konflik. Suasana panas terbentuk setelah munculnya rentetan peristiwa yang saling menyerang antar kompetitor Pilgub DKI, entah dari mana peristiwa itu muncul, di antaranya adalah kasus pembagian kupon sembako palsu yang membuat warga berbondongbondong mengunjungi rumah kediaman Gubernur DKI yang ikut mencalonkan kembali.
Kemudian, stiker menghujat Jokowi yang ditempelkan pada stiker pasangan calon Hidayat- Didik Rachbini.Belum lagi aksi demo penolakan pasangan calon yang akan ditetapkan. Tampaknya bukan hanya publik yang gelisah dengan fenomena tersebut, melainkan juga para pasangan calon dan tim suksesnya. Lalu, termasuk kategori apakah fenomena di atas? Sosialisasi adalah kegiatan memperkenalkan diri pasangan calon kepada publik. Kegiatan ini tidak ada unsur mengajak pemilih. Sosialisasi dapat dilakukan sebelum dimulainya tahapan, setelah ditetapkan sebagai pasangan calon dan pada masa kampanye. Kampanye lebih khusus dibandingkan sosialisasi. Kampanye tentunya mengajak banyak orang agar memilih pasangan calon pada hari-H pemungutan suara.
Dengan penetapan ini, semua pasangan terikat dengan definisi kampanye. Kampanye menurut UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) disebutkan sebagai kegiatan dalam rangka meyakinkan para pemilih dengan menawarkan misi, visi, dan program pasangan calon. Dengan demikian, kampanye yang dimaksudkan dalam UU ini harus memenuhi tiga unsur kegiatan pasangan calon,yakni meyakinkan para pemilih dan menawarkan misi,visi,dan program.
Keputusan KPU DKI No. 13/Kpts/KPU-Prov-010/2011 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Kampanye Pilgub DKI menyebutkan bahwa definisi kampanye bersifat kumulatif. Artinya, apabila salah satu unsur tidak terpenuhi maka tidak dapat dikategorikan sebagai kampanye.Sebelum tahapan dimulai, aksi-aksi kampanye hitam tidak dapat dikenakan sebagai pelanggaran pidana pemilukada. Alasannya,karena unsur sebagai pasangan calon tidak terpenuhi. Seusai KPU menetapkan pasangan calon, segala bentuk kampanye hitam dapat dikenakan sebagai tindak pidana pemilukada.
Kampanye hitam masuk dalam ranah pidana pemilukada karena Pasal 78 ayat 2 dan 3 menyebutkan larangan kampanye yang menjurus kepada kampanye hitam ini. Pasal 78 ayat 2 menyebutkan bahwa dalam kampanye dilarang untuk menghina seseorang dengan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Pada Pasal 78 ayat 3, kampanye melarang untuk menghasut atau mengadu domba partai politik, perseorangan,dan/atau kelompok masyarakat.Ancaman pidana dan dendanya disebutkan dalam Pasal 116 ayat 3.
Kampanye yang ideal adalah ajakan memilih kepada pemilih dengan menekankan penyampaian misi, visi, dan program. Penyampaian misi,visi,dan program ini dapat saja berupa kampanye positif atau negatif. Definisi kampanye negatif tidak ditemukan dalam UU Pemda, tetapi bukanlah kampanye hitam. Kampanye negatif adalah penyampaian misi, visi,dan program pasangan calon tertentu yang positif menurut orang lain, tetapi menjadi negatif pasangan lainnya
Contohnya kemampuan menyelesaikan problem Jakarta dalam waktu yang sesingkat- singkatnya sebagai hal positif oleh pasangan calon A, dapat menjadi kampanye negatif oleh pasangan calon B. Terlebih kampanye negatif ini dilengkapi oleh bukti-bukti autentik, analisis yang tajam, dan alternatif penyelesaian masalah. Pasangan calon tidak perlu tersinggung ketika program- programnya dikritik oleh pasangan calon lain. Padahal, kampanye negatif berbeda dengan kampanye hitam.Kampanye hitam lebih mengedepankan wilayah privat dalam ranah wilayah publik, sementara kampanye negatif mengedepankan wilayah publik sepenuhnya.
Kampanye hitam diharapkan dapat berkurang pada Pemilukada DKI Jakarta 2012. Minimal ada empat alasan untuk menekan penggunaan kampanye hitam dan menunjukkan bahwa kampanye hitam sudah tidak laku di Jakarta. Pertama, warga Jakarta diharapkan sebagai pemilih cerdas yang tidak mudah terpengaruh isu-isu politik yang tidak bertanggung jawab. Kedua, publik harus mengetahui perbedaan antara kampanye negatif dan kampanye hitam. Ketiga, pengawas pemilu dan jajarannya harus tegas untuk menghukum para pelaku kampanye hitam, sehingga membuat jera bagi pelaku. Keempat, pemilih tentunya perlu menghukum peserta pemilukada yang mengedepankan kampanye hitam dibandingkan kampanye negatif dengan tidak memilihnya pada hari H pemungutan suara.

Kesimpulan
Kampanye hitam merupakan salah satu penyebab ketegangan yang ada pada saat penyelenggaraan pemilu. Pelanggaran terhadapnya tentu merugikan masyarakat, terutama kandidat atau calon peserta pemilu yang menjadi sasaran dari kampanye hitam yang dipublikasikan oleh pihak tertentu. Padahal dalam berpolitik harus berdasarkan etika, moral yang baik, tentunya dengan menghindari kampanye hitam agar pemimpin yang terpilih benar-benar memiliki pencitraan kepribadian yang positif sehingga berorientasi pada kepentingan rakyat. Dimana pencitraan politik telah menjadi sesuatu hal yang penting dalam pesta demokrasi karena melalui aneka kepentingan, ideologi, dan pesan politik dapat dikomunikasikan. Sehingga, butuh penyikapan khusus dari penyelenggara pemilu dan juga pengawas pemilu, tidak sekadar regulasi yang dibutuhkan tapi juga load kerja yang khusus untuk menjaga agar kampanye yang dilakukan tetap berada para koridor prinsipil penyelenggaraan kampanye. Disinilah peran penyelenggara dan pengawas pemilu dituntut untuk sigap dan cermat dalam menghadapi masalah laten kepemiluan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar