Pemilihan umum dianggap penting karena
membuka kesempatan bagi setiap warga masyarakat bebas berpartisipasi
secara aktif dalam memilih calon pimpinan sehingga pemilu merupakan inti
dari demokrasi (Trent dan Friedenberg, 2000). Dalam pemilu tentunya ada tindakan kampanye yang digunakan sebagai
upaya untuk memperkenalkan calon atau kandididat yang nantinya akan
dipilih oleh masyarakat sesuai nuraninya. Kampanye bersangkut paut
dengan perilaku yang cukup dilembagakan (Yanti Setiani, 2007). Oleh
karena itu dampak atau perubahan besar secara intrinsik seringkali
terbatas dan media dimanfaatkan untuk membantu kekuatan lembaga lainnya.
Tentunya hampir seluruh penelitian dan teori tentang kampanye yang
tersedia bagi kita telah dilaksanakan dalam lingkungan seperti itu dan
secara relatif sedikit banyaknya kita sudah mengetahui hal ikhwal
kampanye, sepanjang keberadaannya, untuk mempromosikan tujuan yang tidak
biasa atau baru. Menurut Rice dan Paisley kampanye adalah keinginan seseorang untuk
mempengaruhi opini individu dan publik, kepercayaan, tingkah laku,
minat, serta keinginan audiensi dengan daya tarik komunikator yang
sekaligus komunikatif. Sedangkan (Yanti Setiani, 2007). Namun, dalam
tindakan kampanye pasti terdapat fenomena kampanye hitam yang menjadi
senjata pemusnah para tim sukses dan konsultan politik. Istilah kampanye
hitam adalah terjemahan dari bahasa Inggris black campagne
yang bermakna berkampanye dengan cara buruk atau jahat. Secara umum
bentuk kampanye hitam adalah menyebarkan keburukan atau kejelekan
seorang politikus dengan tujuan menjatuhkan nama baik seorang politikus
sehingga dia menjadi tidak disenangi teman-teman separtainya, khalayak
pendukungnya dan masyarakat umum. Apabila teman-teman separtai tidak
menyenanginya, maka bisa berakibat yang bersangkutan dikeluarkan dari
partainya dan ini berarti karir politiknya di partai tersebut hancur. Selain itu, menjatuhkan nama baik seorang politikus dengan tujuan
menjatuhkan nama baik parpol tempat si politikus yang berkarir, yang
berefek kepada politikus-politikus lain di parpol tersebut atau bahkan
sekaligus menggagalkan calon presiden yang didukung parpol tersebut.
Cara-cara yang dipakai dalam berkampanye hitam adalah :
- Menyebarkan kejelekan atau keburukan tentang seseorang politikus, dengan cara memunculkan cerita buruk di masa lalunya, menyebarkan cerita yang berhubungan dengan kasus hukum yang sedang berlangsung, atau menyebarkan cerita bohong atau fitnah lainnya.
- Untuk menguatkan cerita tersebut biasanya si penyebar cerita akan menyertakan berupa bukti foto. Foto-foto tersebut bisa saja benar-benar terjadi, bisa juga benar-benar terjadi tapi tidak terkait langsung dengan permasalahan, namun si penyebar foto berharap asumsi masyarakat terbentuk atau bisa juga foto tersebut hasil rekayasa / manifulasi dengan bantuan teknologi komputer.
- Yang lebih hebat lagi adalah apabila dimunculkan saksi hidup yang bercerita perihal keburukan, atau pekerjaan jahat si politikus, baik di masa lalu maupun yang masih belum lama terjadi.
Kampanye hitam bukanlah sebuah pilihan dalam berpolitik. Selain
mengandung unsur jahat dan melanggar norma, baik masyarakat atau pun
agama, kampanye hitam juga memberikan pendidikan politik yang jelek bagi
masyarakat. Upaya Menghalalkan segala cara yang melandasi dipilihnya
bentuk kampanye hitam menunjukkan masih buruknya moral dan keimanan
seorang politikus yang melakukan hal tersebut.
Sehingga dengan adanya kampanye hitam dapat mempengaruhi pencitraan
terhadap kandidat calon dari partai politik tertentu. Padahal politik
pencintraan intinya ingin membuat orang lain (pemilih) terpesona, kagum,
memunculkan rasa ingin tau, memunculkan kedekatan yang memang sengaja
dibangun demi popularitas. Selama ini apabila berbicara tentang
pencitraan mau tidak mau selalu kita identikkan dengan media, iklan
televisi, radio. Dalam demokrasi, pencitraan menjadi penting karena adanya
representatif suara yang disematkan ketika seseorang berlomba-lomba
menjadi “wakil rakyat”. Seseorang yang ingin menjadi wakil rakyat paling
tidak harus dikenal massa pemilih dan kepentingan untuk menampilkan
sosok dirinya dengan harapan massa pemilih akan memilih dirinya. Demi
meraih suara konstituen dengan mengobral janji – janji, berjualan
perubahan, meyakinkan massa akan memperjuangkan aspirasi mereka hingga
pemberian dana pembangunan apabila kelak benar-benar terpilih. Salah satu tirani demokrasi yaitu tirani popularitas yang mengacu
pada penekanan berlebihan pada aspek citra sehingga kinerja dinomor
sekiankan. Boni Hagens (kompas, 7 januari 2009).
Popularitas diutamakan sedemikian rupa sehingga implementasi politik
hanyalah sebuah aksi tebar pesona. Maka timbul sebuah kekhawatiran bahwa
wakil rakyat yang terpilih bukan benar-benar mampu dan bermutu
mengemuka ketika popularitas dan pencitraan justru membuat pemilih salah
pilih, mereka yang populer justru dengan mudah melenggang masuk
kelembaga legislatif daripada mereka yang benar-benar mampu dan bermutu.
Sebagai contoh kasus kampanye hitam yang berkaitan dengan pencitraan
politik terjadi saat sebelum penetapan pasangan calon gubernur DKI
Jakarta pada Jumat, 11 Mei 2012. Diduga, simpatisan bakal pasangan calon
merusak suasana kondusif Jakarta menjadi berpotensi konflik. Suasana
panas terbentuk setelah munculnya rentetan peristiwa yang saling
menyerang antar kompetitor Pilgub DKI, entah dari mana peristiwa itu
muncul, di antaranya adalah kasus pembagian kupon sembako palsu yang
membuat warga berbondongbondong mengunjungi rumah kediaman Gubernur DKI
yang ikut mencalonkan kembali.
Kemudian, stiker menghujat Jokowi yang ditempelkan pada stiker
pasangan calon Hidayat- Didik Rachbini.Belum lagi aksi demo penolakan
pasangan calon yang akan ditetapkan. Tampaknya bukan hanya publik yang
gelisah dengan fenomena tersebut, melainkan juga para pasangan calon dan
tim suksesnya. Lalu, termasuk kategori apakah fenomena di atas?
Sosialisasi adalah kegiatan memperkenalkan diri pasangan calon kepada
publik. Kegiatan ini tidak ada unsur mengajak pemilih. Sosialisasi dapat
dilakukan sebelum dimulainya tahapan, setelah ditetapkan sebagai
pasangan calon dan pada masa kampanye. Kampanye lebih khusus
dibandingkan sosialisasi. Kampanye tentunya mengajak banyak orang agar
memilih pasangan calon pada hari-H pemungutan suara.
Dengan penetapan ini, semua pasangan terikat dengan definisi
kampanye. Kampanye menurut UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
(Pemda) disebutkan sebagai kegiatan dalam rangka meyakinkan para
pemilih dengan menawarkan misi, visi, dan program pasangan calon. Dengan
demikian, kampanye yang dimaksudkan dalam UU ini harus memenuhi tiga
unsur kegiatan pasangan calon,yakni meyakinkan para pemilih dan
menawarkan misi,visi,dan program.
Keputusan KPU DKI No. 13/Kpts/KPU-Prov-010/2011 tentang Pedoman
Teknis Tata Cara Kampanye Pilgub DKI menyebutkan bahwa definisi kampanye
bersifat kumulatif. Artinya, apabila salah satu unsur tidak terpenuhi
maka tidak dapat dikategorikan sebagai kampanye.Sebelum tahapan dimulai, aksi-aksi kampanye hitam tidak dapat dikenakan
sebagai pelanggaran pidana pemilukada. Alasannya,karena unsur sebagai
pasangan calon tidak terpenuhi. Seusai KPU menetapkan pasangan calon,
segala bentuk kampanye hitam dapat dikenakan sebagai tindak pidana
pemilukada.
Kampanye hitam masuk dalam ranah pidana pemilukada karena Pasal 78
ayat 2 dan 3 menyebutkan larangan kampanye yang menjurus kepada kampanye
hitam ini. Pasal 78 ayat 2 menyebutkan bahwa dalam kampanye dilarang
untuk menghina seseorang dengan suku, agama, ras, dan antargolongan
(SARA). Pada Pasal 78 ayat 3, kampanye melarang untuk menghasut atau
mengadu domba partai politik, perseorangan,dan/atau kelompok
masyarakat.Ancaman pidana dan dendanya disebutkan dalam Pasal 116 ayat
3.
Kampanye yang ideal adalah ajakan memilih kepada pemilih dengan
menekankan penyampaian misi, visi, dan program. Penyampaian
misi,visi,dan program ini dapat saja berupa kampanye positif atau
negatif. Definisi kampanye negatif tidak ditemukan dalam UU Pemda,
tetapi bukanlah kampanye hitam. Kampanye negatif adalah penyampaian
misi, visi,dan program pasangan calon tertentu yang positif menurut
orang lain, tetapi menjadi negatif pasangan lainnya
Contohnya kemampuan menyelesaikan problem Jakarta dalam waktu yang
sesingkat- singkatnya sebagai hal positif oleh pasangan calon A, dapat
menjadi kampanye negatif oleh pasangan calon B. Terlebih kampanye
negatif ini dilengkapi oleh bukti-bukti autentik, analisis yang tajam,
dan alternatif penyelesaian masalah. Pasangan calon tidak perlu
tersinggung ketika program- programnya dikritik oleh pasangan calon
lain. Padahal, kampanye negatif berbeda dengan kampanye hitam.Kampanye
hitam lebih mengedepankan wilayah privat dalam ranah wilayah publik,
sementara kampanye negatif mengedepankan wilayah publik sepenuhnya.
Kampanye hitam diharapkan dapat berkurang pada Pemilukada DKI Jakarta
2012. Minimal ada empat alasan untuk menekan penggunaan kampanye hitam
dan menunjukkan bahwa kampanye hitam sudah tidak laku di Jakarta.
Pertama, warga Jakarta diharapkan sebagai pemilih cerdas yang tidak
mudah terpengaruh isu-isu politik yang tidak bertanggung jawab. Kedua,
publik harus mengetahui perbedaan antara kampanye negatif dan kampanye
hitam. Ketiga, pengawas pemilu dan jajarannya harus tegas untuk
menghukum para pelaku kampanye hitam, sehingga membuat jera bagi pelaku.
Keempat, pemilih tentunya perlu menghukum peserta pemilukada yang
mengedepankan kampanye hitam dibandingkan kampanye negatif dengan tidak
memilihnya pada hari H pemungutan suara.
Kesimpulan
Kampanye hitam merupakan salah satu penyebab ketegangan yang ada pada
saat penyelenggaraan pemilu. Pelanggaran terhadapnya tentu merugikan
masyarakat, terutama kandidat atau calon peserta pemilu yang menjadi
sasaran dari kampanye hitam yang dipublikasikan oleh pihak tertentu.
Padahal dalam berpolitik harus berdasarkan etika, moral yang baik,
tentunya dengan menghindari kampanye hitam agar pemimpin yang terpilih
benar-benar memiliki pencitraan kepribadian yang positif sehingga
berorientasi pada kepentingan rakyat. Dimana pencitraan politik telah
menjadi sesuatu hal yang penting dalam pesta demokrasi karena melalui
aneka kepentingan, ideologi, dan pesan politik dapat dikomunikasikan.
Sehingga, butuh penyikapan khusus dari penyelenggara pemilu dan juga
pengawas pemilu, tidak sekadar regulasi yang dibutuhkan tapi juga load
kerja yang khusus untuk menjaga agar kampanye yang dilakukan tetap
berada para koridor prinsipil penyelenggaraan kampanye. Disinilah peran
penyelenggara dan pengawas pemilu dituntut untuk sigap dan cermat dalam
menghadapi masalah laten kepemiluan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar