Jumat, 16 Mei 2014

Program Kesehatan Lansia di Indonesia

         

           Tingginya angka harapan hidup  menunjukkan semakin baiknya kualitas kesehatan masyarakat dan menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan. Sejalan dengan itu, tingginya angka harapan hidup juga menyebabkan semakin tinggi pula jumlah populasi penduduk lanjut usia (Lansia), yang pada sisi lain menjadi tantangan pembangunan, yang jika tidak ditangani dengan baik akan menjadi masalah baru. BPS memprediksi bahwa persentase penduduk Lansia pada tahun 2010 mencapai 9,77 persen dari total penduduk, dan pada tahun 2020 diperkirakan akan mencapai 11,34 persen atau berjumlah 28,8 juta jiwa. Pada tahun 2011, diperkirakan jumlahnya sudah sekitar 20 juta lebih, ini berarti diantara 11 orang penduduk Indonesia terdapat 1 orang Lansia.(BPS, 2011)

Besarnya  penduduk lansia tentunya berdampak pada berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, dan terutama kesehatan, karena dengan semakin bertambahnya usia, fungsi organ tubuh akan semakin menurun baik karena faktor alamiah maupun karena penyakit. Meningkatnya populasi penduduk Lansia menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi mereka yang memiliki masalah secara sosial dan ekonomi. Besarnya populasi dan masalah kesehatan Lansia belum diikuti dengan ketersediaan fasilitas pelayanan (care services) yang memadai, baik dalam jumlah maupun dalam mutunya.
Menurut Kementerian Kesehatan, sampai saat ini jumlah Puskesmas Santun Lanjut Usia dan rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan geriatri juga masih terbatas. Pelayanan geriatri di Rumah Sakit sebagian besar berada di perkotaan, padahal 65,7% para Lansia berada di pedesaan. Dari data Kementerian Sosial, jumlah penduduk Lansia yang terlayani melalui panti, dana dekonsentarasi, Pusat Santunan Keluarga (Pusaka), jaminan sosial, organisasi sosial lainnya sampai 2008 baru berjumlah 74,897 orang atau 3,09% saja dari total Lansia terlantar. Karena keterbatasan fasilitas pelayanan, aksesibilitas Lansia kepada pelayanan yang dibutuhkan untuk pemenuhan diri (self fullfilment), tidak terlaksana dengan baik. (Komnas Lansia, 2010)

Puskesmas santun Lansia adalah Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kesehatan kepada pra lansia dan lansia yang meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang lebih menekankan unsur proaktif, kemudahan proses pelayanan, santun, sesuai standar pelayanan dan kerja sama dengan unsur lintas sektor. Dengan demikian maka program Lansia tidak terbatas pada pelayanan kesehatan di klinik saja, tetapi juga pelayanan kesehatan luar gedung dan pemberdayaan masyarakat.
Bentuk kesantunan pada lansia misalnya:
1)      Melayani lansia dengan senyum, ramah, sabar dan menghargai sebagai orang tua.
2)      Pelayanan rawat jalan gratis bagi lansia (usia 60 tahun ke atas)
3)      Proaktif dan responsif terhadap permasalahan kesehatan lansia.
4)      Kemudahan akses layanan bagi lansia baik prosedur layanan maupun fasilitasnya.
Jasa layanan yang bisa diberikan:
1)      Pelayanan kesehatan One stop service di ruang tersendiri. Pelayanan one stop service adalah pelayanan kepada Lansia mulai dari pendaftaran sampai mendapat obat dilaksanakan satu paket di satu ruang. Dengan begitu Lansia tidak perlu berpindah tempat dan antre lagi untuk pelayanan lainnya dalam Puskesmas.
2)      Konseling lansia
3)      Posyandu lansiaPembinaan melalui karang werda
4)      Pembinaan melalui forum karang werda kecamatan
5)      Pelayanan melalui panti werda
6)      Kunjungan rumah
7)       Membuat event tertentu seperti talk show, lomba senam lansia, jalan sehat, dll.
8)      Pendaftaran Pemeriksaan klinis pemeriksaan laboratorium bila perlu
9)      Konseling Pemberian obat, bila tidak ada ruang khusus maka lansia dilayani di poli umum tetapi pelayanannya didahulukan.
10)  Kemudahan akses
11)  Ada alur pelayanan lansia yang jelas dan mudah
12)  Mendahulukan lansia dari pasien umum
13)  Trap atau tangga tidak terlalu curam
14)  Disediakan jamban / WC duduk sehingga lansia tidak perlu jongkok
15)  Pegangan rambat pada tangga dan WC
Sasaran program:
1)      Lansia (umur 60 tahun keatas)
2)      Pralansia ( umur 45 – 60 tahun)
3)      Keluarga lansia, masyarakat, serta lembaga masyarakat dan pemerintah.
Dasar hukum:
1)      Undang-Undang RI No 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Lansia
3)      Peraturan Pemerintah RI No 43 tahun 2004 tentang Kesejahteraan Usia Lanjut
2.3     PELAYANAN KESEHATAN USIA LANJUT
2.3.1.Target Program Pelayanan Lansia
Target Program Lansia Tahun 2010-2014 berdasarkan Renstra Kemenkes RI 2010-2014
Indikator
2011
2012
2013
2014
Cakupan pelayanan kesehatan pra usia lanjut
25%
30%
35%
40%
Cakupan pelayanan kesehatan usia
40%
50%
60%
70%
Sumber Renstra Kemenkes, 2010-2014
Sedangkan indikator keberhasilan dan target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun2014 adalah
1.      Pelayanan medis
a.       Skrining kesehatan pada 40% pra lansia
b.      Skrining kesehatan pada 70% lanjut usia
c.       Skrining kesehatan pada 100% lansia di panti werdha
d.      30% puskesmas melaksanakan konseling lanjut usia
2.      Kegiatan Non Medis
a.       70% puskesmas membina kelompok usia lanjut
b.      50% desa mempunyai kelompok lanjut usia
c.       50% kelompok lanjut usia melaksanakan senam lansia
Pelayaanan Kesehatan Usia Lanjut adalah bentuk pelayanan kesehatan bagi mereka yang berusia lebih dari 60 tahun atau lebih meliputi kesehatan jasmani, rohani maupun sosialnya melalui seluruh upaya kesehatan terutama upaya promotif, preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif serta pelayanan rujukan kepada para pasien usia lanjut. Jenis pelayanan kesehatan usia lanjut yang dapat diberikan kepada usia lanjut dikelompokkan sebagai berikut:
1)      Living/ADL) meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, naik tangga, mandi, berpakaian, buang air dan sebagainya. Dikelompokkan menjadi 3 kategori yakni : A (ketergantungan penuh), B (ketergantungan sebagian) dan C (mandiri penuh).
2)      Pemeriksaan status mental. Pemriksaan ini berhubungan dengan mental emosional, dengan menggunakan pedoman KMS (Kuasioner Status Mental) pada KMS.
3)      Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dan dicatat dalam Indeks Massa Tubuh (IMT).
4)      Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter dan stetoskop serta perhitungan denyut nadi selama satu menit penuh.
5)      Pemeriksaan laboratorium, meliputi pemeriksaan:
a.       Hemoglobin, dengan menggunakan Sahli, Talquist atau Cuprisulfat.
b.      Protein Urine, untuk mendeteksi adanya zat putih telur (protein) dalam urine sebagai indikasi adanya penyakit ginjal.
c.       Reduksi Urine, untuk memeriksa adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit Diabetes Melitus.
Sementara itu,  untuk pelayanan luar gedung diantaranya melalui Posbindu. Posbindu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang dibentuk oleh masyarakat berdasarkan inisiatif dan kebutuhan masyarakat  itu sendiri, khususnya penduduk usia lanjut. Posbindu kependekan dari Pos Pembinaan Terpadu, program ini berbeda dengan Posyandu, karena Posbindu dikhususkan  untuk pembinaan para orang tua baik yang akan memasuki masa lansia maupun yang sudah memasuki lansia (Depkes, 2007).
Tujuan diadakannya Posbindu adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam kehidupan  keluarga dan masyarakat sesuai dengan eksistensinya dalam strata kemasyarakatan. Jadi dengan adanya Posbindu diharapkan adanya kesadaran dari usia lanjut untuk membina kesehatannya serta meningkatkan  peran serta masyarakat termasuk keluarganya dalam mengatasi kesehatan usia lanjut. Fungsi dan tugas pokok Posbindu yaitu membina lansia supaya tetap bisa beraktivitas, namun  sesuai kondisi usianya agar tetap sehat, produktif dan mandiri selama mungkin serta melakukan upaya rujukan bagi yang membutuhkan (Depkes, 2007).
Pada prinsipnya pembentukan Posbindu didasarkan atas kebutuhan  masyarakat usia lanjut tersebut. Ada beberapa pendekatan  yang digunakan  dalam pembentukan posbindu  dimasyarakat sesuai dengan kondisi  dan situasi masing-masing daerah, misalnya  mengambangkan kelompok-kelompok yang sudah ada seperti kelompok pengajian, kelompok jemaat gereja, kelompok arisan usia lanjut dan lain-lain. Pembentukan Posbindu dapat pula menggunakan pendekatan Pembangunan Kesehatan Masyarakat  Desa (PKMD).
Pendekatan PKM merupakan suatu pendekatan yang sudah umum dilaksanakan  dan merupkan pendekatan pilihan yang dianjurkan untuk pembentukan Posbindu baru. Langkah-langkahnya meliputi:
1)      Pertemuan tingkat desa
2)      Survey mawas diri
3)      Musyawarah Masyarakat Desa
4)      Pelatihan kader
5)      Pelaksanaan upaya kesehatan oleh masyarakat
6)      Pembinaan dan pelestarian  kegiatan.
Beberapa hal lain yang menjadi perangkat Posbindu diantaranya:
1)      Komponen
Posbindu sebagai wadah yang bernuansa pemberdayaan masyarakat, akan berjalan dengan baik dan optimal apabila memenuhi beberapa komponen pokok, yaitu: adanya proses kepemimpinan, terjadinya proses pengorganisasian, adanya anggota  dan kader serta tersedianya  pendanaan.  
2)      Kepemimpinan
Posbindu merupakan kegiatan dari, oleh dan untuk masyarakat. Untuk pelaksanaanya memerlukan orang  yang mampu mengurus  dan memimpin penyelenggaraan  kegiatan tersebut  sehingga kegiatan yang dilaksanakan mencapai  hasil yang optimal. Pemimpin Posbindu bisanya berasal dari anggota Posbindu itu sendiri. 
3)      Pengorganisasian
Ciri dari suatu proses pengorganisasian dapat dilihat  dari adanya pembagian tugas, penunjukan kader, jadwal  kegiatan  yang teratur dan sebagainya. Struktur organisasi  Posbindu sedikitnya terdiri dari  Ketua, Sekretaris, Bendahara dan beberapa seksi dan kader.     
4)      Anggota Kelompok
Jumlah anggota kelompok Posbindu berkisar antara 50-100 orang. Perlu  diperhatikan  juga  jarak antara  sasaran dengan lokasi  kegiatan  dalam penentuan  jumlah anggota, sehingga apabila terpaksa  tidak tertutup  kemungkinan anggota  Posbindu kurang dari 50 orang atau lebih dari 100 orang. 
5)      Kader
Jumlah kader di setiap kelompok tergantung pada jumlah anggota kelompok, volume dan jenis kegiatannya, yaitu sedikitnya 3 orang.
6)      Pendanaan
Pendanaan bisa bersumber dari anggota kelompok Posbindu, berupa iuran atau sumbangan anggota atau sumber lain seperti donatur atau sumber lain  yang tidak mengikat.
7)      Pelayanan Kesehatan
Pelayaan kesehatan di Posbindu meliputi pemeriksaan kesehatan fisik dan mental emosional. Kartu Menuju Sehat (KMS) Usia Lanjut sebagai alat pencatat dan pemantau untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita (deteksi dini) atau ancaman masalah  kesehatan yang dihadapi dan mencatat perkembangannya dalam Buku Pedoman Pemeliharaan Kesehatan (BPPK) Usia Lanjut atau catatan kondisi kesehatan  yang lazim digunakan di Puskesmas.

Sumber:http://amiesuyanto.blogspot.com/2013/11/program-kesehatan-lansia-di-indonesia_27.html

1 komentar: